Saat Iklan E-commerce Tak Selalu Jadi Jawaban
Pernah merasa heran kenapa ada produk yang laku keras lewat iklan e-commerce, tapi produk lain justru jalan di tempat? Saya pun dulu berpikir, “Kalau semua orang pasang iklan di marketplace, berarti pasti efektif dong!” Nyatanya, enggak selalu begitu. Dalam 20 tahun pengalaman saya di dunia digital marketing, saya belajar satu hal penting: iklan e-commerce bukan solusi ajaib untuk semua produk.
Bayangkan, kamu jual furniture besar seperti lemari kayu jati. Lalu kamu pasang iklan di Shopee Ads dengan target “semua orang”. Hasilnya? Banyak klik, tapi nihil pembelian. Di sisi lain, penjual skincare justru panen order setiap jam. Apa yang membuat perbedaan ini? Jawabannya ada pada strategi dan kesesuaian produk.
1. Memahami Esensi Iklan E-commerce
Sebelum menilai efektivitasnya, kita harus paham dulu: apa sebenarnya iklan e-commerce itu?
Secara sederhana, ini adalah sistem promosi berbayar di platform marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, atau TikTok Shop, yang menampilkan produkmu di posisi strategis agar dilihat lebih banyak orang.
Namun, di balik itu, ada algoritma dan perilaku konsumen yang memainkan peran besar. Iklan e-commerce bukan cuma soal tampil di atas, tapi tentang seberapa relevan iklanmu dengan niat beli pengguna.
1.1. Cara Kerja Iklan E-commerce
Biasanya, sistem iklan e-commerce menggunakan model CPC (Cost Per Click) — kamu bayar setiap kali seseorang mengklik iklanmu.
Kunci suksesnya ada di optimasi kata kunci, foto produk, harga, dan rating toko.
Tapi, jika produkmu tidak sesuai dengan minat pasar, biaya klik bisa membengkak tanpa hasil.
1.2. Jenis-Jenis Iklan di Platform E-commerce
Ada beberapa jenis iklan yang umum digunakan:
- Iklan Pencarian (Search Ads): Produk muncul saat pembeli mengetik kata kunci tertentu.
- Iklan Discovery (Display Ads): Produk tampil di halaman rekomendasi.
- Iklan Promosi (Boost Ads): Meningkatkan visibilitas produk tertentu dalam jangka waktu singkat.
Setiap jenis iklan ini punya strategi dan hasil berbeda. Tidak semua produk cocok dengan semua jenis.
2. Mengapa Iklan E-commerce Tidak Selalu Efektif
Kenyataannya, banyak pelaku bisnis online kecewa setelah beriklan. Mereka merasa sudah mengeluarkan banyak biaya, tapi penjualan stagnan.
Alasannya? Karena iklan e-commerce efektif hanya untuk produk tertentu dan kondisi tertentu.
2.1. Produk dengan Daya Tarik Visual Kuat Lebih Unggul
Produk seperti fashion, kosmetik, atau gadget kecil biasanya sukses karena:
- Mudah ditampilkan dengan visual menarik.
- Harga relatif terjangkau.
- Pembeli bisa mengambil keputusan cepat tanpa banyak pertimbangan.
Sebaliknya, produk bernilai tinggi (seperti elektronik mahal atau furniture) butuh riset lebih lama. Artinya, iklan e-commerce hanya efektif bila sesuai dengan perilaku pembeli.
2.2. Persaingan yang Semakin Ketat
Platform e-commerce kini seperti “lahan perang” antara ribuan penjual.
Jika kamu menjual produk umum seperti casing HP atau masker wajah, maka iklanmu akan bersaing dengan ribuan lainnya.
Tanpa strategi diferensiasi, uang iklan hanya akan “menghilang” tanpa ROI yang jelas.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Iklan E-commerce
Setiap kampanye iklan e-commerce bergantung pada kombinasi faktor internal dan eksternal.
Berikut adalah beberapa di antaranya yang sering saya temukan memengaruhi hasil:
3.1. Kualitas Listing Produk
Foto buram, deskripsi minim, dan ulasan buruk bisa langsung menurunkan konversi, meski kamu sudah bayar mahal untuk klik.
Pastikan:
- Gunakan foto berkualitas tinggi dengan pencahayaan alami.
- Tulis deskripsi detail dan jujur.
- Dorong pembeli lama untuk meninggalkan ulasan positif.
3.2. Penentuan Target Audiens
Kesalahan umum penjual baru adalah menargetkan terlalu luas.
Padahal, semakin spesifik targetmu, semakin besar peluang konversi.
Gunakan fitur interest targeting atau kata kunci relevan agar iklanmu tampil ke calon pembeli potensial, bukan ke semua orang.
3.3. Waktu dan Momentum Penayangan
Produk tertentu hanya laris di waktu tertentu. Misalnya:
- Perlengkapan sekolah saat tahun ajaran baru.
- Aksesoris fashion saat musim liburan.
- Produk kesehatan saat musim hujan.
Kunci sukses iklan e-commerce bukan hanya apa yang kamu jual, tapi juga kapan kamu menjualnya.
4. Strategi Agar Iklan E-commerce Lebih Efektif
Kalau kamu ingin iklanmu benar-benar menghasilkan, jangan asal pasang.
Gunakan strategi matang yang sudah terbukti meningkatkan ROI.
4.1. Tes A/B untuk Setiap Produk
Coba buat dua versi iklan dengan gambar, kata kunci, atau harga berbeda.
Pantau performanya selama 7–10 hari, lalu pertahankan versi yang lebih efektif.
Strategi ini membuatmu tahu apa yang disukai pasar tanpa membuang anggaran sia-sia.
4.2. Optimasi Kata Kunci dengan Data Nyata
Gunakan data pencarian dari Shopee Ads atau Tokopedia untuk mengetahui kata kunci paling banyak dicari.
Contoh: daripada “sepatu olahraga,” gunakan variasi spesifik seperti “sepatu lari pria ringan.”
Kata kunci panjang (long-tail keywords) cenderung lebih murah dan lebih tertarget.
4.3. Gunakan Retargeting
Banyak orang melihat produkmu tapi belum membeli. Dengan iklan retargeting, kamu bisa menampilkan ulang produk ke mereka yang sudah pernah mengunjungi tokomu.
Efeknya? Conversion rate bisa naik hingga 30%.
5. Kapan Sebaiknya Tidak Menggunakan Iklan E-commerce
Ada kondisi tertentu di mana lebih baik kamu tidak beriklan dulu, karena hasilnya tidak akan sepadan.
5.1. Produk Baru Tanpa Bukti Sosial
Pembeli online sangat mengandalkan review.
Jika produkmu belum punya ulasan sama sekali, alangkah baiknya bangun dulu kredibilitas melalui penjualan organik sebelum mulai beriklan.
5.2. Margin Keuntungan Terlalu Tipis
Jika margin produk hanya 5–10%, biaya klik bisa langsung menggerus keuntungan.
Hitung dulu biaya per konversi (CPA) sebelum memutuskan beriklan.
5.3. Brand Belum Siap Secara Visual
Jika logo, foto, dan deskripsi masih terlihat “asal jadi”, iklan justru bisa menurunkan citra brand.
Ingat, impresi pertama pembeli terjadi dalam 3 detik pertama melihat produkmu.
6. Cara Mengukur Keberhasilan Iklan E-commerce
Kamu sudah pasang iklan, sudah keluar biaya, tapi… apakah hasilnya benar-benar sepadan?
Nah, banyak pebisnis online yang salah kaprah di sini. Mereka hanya melihat jumlah klik, padahal yang terpenting adalah konversi dan ROI (Return on Investment).
6.1. Gunakan Data Dashboard Secara Aktif
Setiap platform e-commerce punya dashboard analitik. Di sana, kamu bisa lihat:
- CTR (Click-Through Rate): Seberapa sering orang mengklik iklanmu dibanding jumlah tayangan.
- CR (Conversion Rate): Persentase orang yang akhirnya membeli setelah klik.
- ACoS (Advertising Cost of Sales): Biaya iklan dibanding total penjualan.
Jika CTR tinggi tapi CR rendah, artinya orang tertarik dengan visual tapi tidak yakin untuk beli. Coba perbaiki deskripsi dan harga.
6.2. Evaluasi Berdasarkan Tujuan Awal
Tujuan iklan e-commerce tidak selalu harus penjualan langsung.
Kadang kamu bisa pakai iklan untuk:
- Meningkatkan traffic ke toko.
- Meningkatkan awareness produk baru.
- Meningkatkan engagement atau followers.
Jadi, jangan langsung bilang “iklan gagal” kalau tidak ada penjualan di minggu pertama. Sesuaikan dengan tujuan kampanye.
7. Studi Kasus: Dua Produk, Dua Hasil Berbeda
Mari saya beri contoh nyata dari pengalaman klien saya beberapa waktu lalu.
7.1. Produk A: Skincare Lokal
Brand skincare baru dengan kemasan estetik dan harga menengah.
Kami pasang iklan Shopee Ads dengan target “wanita 18–35 tahun, minat kecantikan.”
Hasilnya? CTR mencapai 8%, conversion rate 12%.
Mengapa sukses? Karena produk visual, target tepat, dan harga sesuai ekspektasi.
7.2. Produk B: Mesin Kopi Manual
Produk premium dengan harga di atas 2 juta.
Saat diiklankan secara luas, klik banyak tapi pembelian rendah.
Setelah ditargetkan ke komunitas pecinta kopi dan dipadukan dengan konten edukatif, barulah penjualan meningkat.
Pelajaran penting: iklan e-commerce bukan soal besar anggaran, tapi soal relevansi dan strategi.
8. Kesalahan Umum Saat Beriklan di E-commerce
Walaupun banyak panduan bertebaran, masih banyak yang jatuh di lubang yang sama.
8.1. Tidak Melakukan Riset Produk dan Pasar
Banyak penjual asal beriklan tanpa tahu siapa pembelinya.
Padahal, riset pasar adalah fondasi.
Gunakan fitur “Tren Produk” di Shopee atau Tokopedia untuk tahu kategori yang sedang naik daun.
8.2. Tidak Mengoptimasi Halaman Produk
Sehebat apapun iklanmu, kalau halaman produk tidak menarik, pembeli kabur.
Pastikan deskripsi produk menjawab pertanyaan “apa manfaatnya untuk saya?” bukan sekadar spesifikasi.
8.3. Menyerah Terlalu Cepat
Iklan e-commerce butuh waktu untuk belajar dari data.
Banyak penjual menghentikan iklan di minggu pertama, padahal sistem butuh waktu untuk mengumpulkan data konversi.
9. Tips Ahli untuk Meningkatkan ROI Iklan E-commerce
Saya bagikan beberapa tips yang sering saya gunakan dalam mengelola ratusan kampanye klien:
9.1. Gunakan Funnel Iklan Bertahap
- Tahap 1: Iklan awareness (tampilkan produk ke audiens baru).
- Tahap 2: Iklan pertimbangan (tampilkan testimoni dan manfaat).
- Tahap 3: Iklan konversi (retargeting pembeli yang pernah klik).
Dengan sistem bertahap ini, kamu bisa menekan biaya iklan hingga 40% dan meningkatkan konversi.
9.2. Analisis Kompetitor Secara Rutin
Lihat bagaimana pesaing menampilkan produk mereka.
Perhatikan harga, deskripsi, dan cara mereka memanfaatkan diskon.
Gunakan insight itu untuk menyempurnakan strategi iklanmu.
9.3. Gunakan Konten Video
Platform seperti TikTok Shop dan Lazada kini mengutamakan iklan berbasis video.
Video 15 detik yang menampilkan manfaat nyata produk bisa meningkatkan engagement hingga 5 kali lipat dibanding foto statis.
10. Masa Depan Iklan E-commerce di Indonesia
Iklan e-commerce di Indonesia masih berkembang pesat.
Tren terbaru menunjukkan peningkatan penggunaan AI dan machine learning dalam menargetkan audiens.
Namun, teknologi secanggih apa pun tetap tidak bisa menggantikan pemahaman manusia tentang perilaku pembeli.
10.1. Pergeseran Menuju Personalisasi
Di masa depan, pembeli akan disuguhkan iklan yang semakin personal — bahkan berdasarkan aktivitas browsing di luar marketplace.
Artinya, data pelanggan akan menjadi aset paling berharga.
10.2. Kolaborasi dengan Influencer dan Affiliate
Banyak brand mulai menggabungkan iklan e-commerce dengan affiliate marketing.
Influencer membantu menciptakan kepercayaan, sedangkan iklan menjaga eksposur konstan.
Kombinasi ini terbukti lebih efisien daripada iklan tunggal.
Kesimpulan: Iklan E-commerce Itu Efektif, Tapi Tidak untuk Semua
Iklan e-commerce bisa jadi mesin uang yang luar biasa — kalau digunakan dengan strategi yang tepat.
Namun, jangan terjebak pada asumsi bahwa semua produk cocok diiklankan.
Pelajari dulu siapa pembelinya, kapan waktu terbaik beriklan, dan bagaimana memaksimalkan data yang kamu punya.
Ingat, iklan e-commerce bukan soal seberapa besar kamu membayar, tapi seberapa cerdas kamu menargetkan.
FAQ Tentang Iklan E-commerce
1. Apakah iklan e-commerce cocok untuk UMKM kecil?
Sangat bisa, asal dilakukan dengan strategi yang tepat dan anggaran terukur.
2. Berapa minimal budget untuk mulai beriklan di marketplace?
Mulai dari Rp10.000 per hari pun bisa, tapi pastikan riset kata kunci sudah tepat.
3. Apakah harus selalu pakai jasa agensi untuk hasil maksimal?
Tidak selalu. Dengan belajar analitik dasar dan strategi funnel, kamu bisa optimasi sendiri.
4. Kenapa iklan saya banyak klik tapi sedikit pembelian?
Biasanya karena halaman produk kurang meyakinkan atau target audiens terlalu luas.
5. Bagaimana cara tahu kapan iklan harus dihentikan?
Jika ACoS terus naik dan konversi stagnan selama lebih dari 2 minggu, sebaiknya evaluasi atau ganti strategi.
Rekomendasi Artikel Lainnya
Baca juga: Cara Meningkatkan Hasil Kampanye Digital dengan Data
